Tuesday, January 12, 2016

Mengurus Visa ke Irlandia

Kepengin mengunjungi negara Republik Irlandia buat wisata? Sebelum berangkat tentu  harus mengurus visa ke Irlandia lebih dulu :D. Bagi yang mencari banyak tempat hiking dengan pemandangan alam bebas yang nyaris belum tersentuh tangan manusia, Republik Irlandia tempat yang tepat ;).


1. Visa Irlandia (Republik Irlandia) TIDAK SAMA dengan visa untuk UK (Kerajaan Inggris Raya).

2. Bedakan antara Irlandia Utara vs Republik Irlandia. Irlandia Utara adalah bagian dari Inggris Raya dan ke sananya harus menggunakan visa UK. Irlandia Utara ibukotanya Belfast. Kalau Republik Irlandia ibukotanya Dublin ;).

UK terdiri dari 4 wilayah, yang dalam kurung itu ibukotanya masing-masing : England (London), Scotland (Edinburgh), Wales (Cardiff) dan North Ireland (Belfast).

Republik Irlandia (Dublin) berdiri terpisah sebagai satu negara lain. Walau terletak dii pulau yang sama, di Pulau Irlandia, dengan North Ireland.
Mudah-mudahan tidak "bingung" lagi.

3. Visa UK, TIDAK BISA digunakan untuk memasuki wilayah Republik Irlandia.

4. Tapi ada cara "lain" untuk ke Dublin (Rep Irlandia) dari Irlandia Utara karena letaknya yang satu daratan. Gunakan jalan darat (naik bus) dari Belfast (Irlandia Utara) ke Dublin (Rep Irlandia). Jarang diperiksa kelengkapan. Pengalaman beberapa teman di sini dari Dublin mereka bolak balik ke Belfast. Lolos tanpa visa. 

Di perbatasan darat memang nyaris tidak ada pemeriksaan. Kalau pun diperiksa, umumnya diloloskan saja. Tapi saya sarankan tetap waspada ya.

Lebih aman apply saja visa Irlandia jika memang dari UK ingin ke Irlandia (Dublin). Toh gratis ini ;).


5. Visa ke Irlandia untuk paspor Indonesia BEBAS BIAYA. Visanya harus diapply tapi enggak ada biaya apa pun. Kedutaannya di WTC 1 Lantai 14, Jl. Jend Sudirman. Agak lama prosesnya, bisa 4-6 minggu. Karena katanya memang masih dikirim ke Singapura dulu. Tapi biaya admin yang dulu diberlakukan sebesar 500 ribu SUDAH TIDAK ADA.

Ibu saya sudah coba apply dan berhasil bulan Juli kemarin. Bebas biaya. Paspor tidak diminta. Begitu visa jadi, kita ditelepon dan diminta bawa paspor dan nanti pihak kedutaan yang nempelin visanya di paspor kita.

6. Maskapai banyak kok yang ke Dublin. Kemarin ibu saya menggunakan jasa KLM bekerja sama dengan Garuda. Nomor penerbangan tetap KLM.

Dari Amsterdaam ke Dublin dan sebaliknya naik Aer Lingus, maskapai Irlandia.
2x check in tapi bagasi tidak perlu diambil di Amsterdaam. Boarding pass-nya saja yang perlu diminta. Karena dari Jakarta hanya dapat satu boarding pass. Begitu juga pas pulangnya. Prosesnya sama.

7. Tiket Jakarta-Dublin-Jakarta sekitar 800 an euro --> harga di low-season, april-mei ATAU oktober-november. Musim-musim yang memang tidak begitu banyak turis. 

8.  Ini persyaratan lengkap untuk mengurus visa ke Irlandia,

copas langsung nih dalam bahasa Inggris :

Visa Irlandia, gambar : lawandvisas.com
Visa Irlandia, gambar : lawandvisas.com

Irish Visa Application Requirements

1.  Application Form, download  di www.visas.inis.gov.ie – signed by applicant
2. Visa Category – correctly entered
3. Letter of Undertaking signed
4. Company original letter
5. Reference Letter from Ireland
6. Bank Statements/ pay slip – 3 to 6 months
7. Accommodation Details
8. Flight Itinerary (not the ticket)
9. Travel Insurance
10. Birth Cert or Marriage Cert (must be translated in English by sworn translator)
11. Copy of current passport + visas of travel history (validity of passport – more  than 6 months) and previous passport
12. 2 Photos with white background 3.5 x 4.5 (zoom 80%)
13. Visa application fee GRATIS for Indonesian Citizen
14. Visa application process approximately 4-6 weeks

**Please make 2 sets of all documents
**Please Submit Documents in order as above

The Consulate will NOT keep your original documents, however we will need to see  and verify the ORIGINAL PASSPORT and ORIGINAL BIRTH or  MARRIAGE CERTIFICATE and then return to applicant.

INCOMPLETE DOCUMENTS ARE NOT ACCEPTED

***

Prosesnya tidak beda jauh dengan cara apply visa ke negara lain untuk paspor Indonesia. Demikian cara mengurus visa ke Irlandia. Semoga membantu ya ^_^.

Salam,
Read More »

Sunday, January 3, 2016

Berakhir Pekan ke Pantai Thuwal, Arab Saudi

(dimuat di Harian Pikiran Rakyat September 2013)


***

Kota Jeddah terletak di pesisir barat Saudi. Termasuk salah satu kota yang memiliki wilayah yang bersinggungan langsung dengan laut Merah. Tapi bukan cuma Jeddah yang punya wisata pantai seperti misalnya Corniche Road, yang sering dikunjungi jemaah umrah/haji asal tanah air.

Corniche Beach (Jeddah), Foto : Dani Rosyadi 


Tak jauh dari kota Jeddah, sekitar 80 km di sebelah utara, kita bisa menikmati suguhan pesisir pantai yang tak kalah cantiknya di kota Thuwal. Thuwal sendiri terkenal sebagai lokasi dari KAUST (King Abdullah University of Science and Technology). KAUST adalah sebuah universitas bertaraf internasional dengan fasilitas yang bagus dan relatif mewah.

Istimewanya lagi, dalam kompleks universitas yang masa berdirinya belum genap 5 tahun ini, aturan khas Kerajaan Saudi tidak berlaku. Kaum perempuan dalam wilayah  KAUST tidak harus mengenakan abaya dan boleh menyetir mobil sendiri. Kegiatan-kegiatan sehari-hari pun tidak harus memisahkan tempat antara perempuan dan laki-laki seperti yang berlaku di tempat-tempat umum di seluruh wilayah Saudi lainnya.

Kompleks KAUST tidak terbuka untuk umum. Orang-orang boleh mengunjungi wilayah universitas dan sekitarnya untuk sekadar berekreasi berdasarkan undangan khusus saja.

Pantai Bersih dengan Fasilitas Lengkap

Pantai Thuwal (Arab Saudi), foto : Dani Rosyadi 


Tak susah menemukan lokasi pantai bila sudah tiba di kota Thuwal. Berbagai papan penunjuk jalan menuju salah satu pantai tercantik di pesisir barat Kerajaan Saudi ini tersebar di banyak tempat. Untuk bersantai di pantai Thuwal, kita tidak perlu mengeluarkan biaya sepeser pun. Tidak ada iuran masuk dan semacamnya. Hanya saja, jangan lupa untuk membawa tikar dan bahan makanan sendiri. Karena, di tempat ini tidak ada penjaja makanan seperti umumnya di banyak  tempat-tempat wisata di tanah air.

Tempat parkir yang disediakan luas dan sangat memadai karena tidak terpusat di satu titik. Ada beberapa tempat parkir yang cukup untuk menampung ratusan mobil pengunjung.

Salah satu kelebihan pantai Thuwal dibanding pantai-pantai lain di kota Jeddah dan sekitarnya adalah kebersihan dan kelengkapan fasilitasnya. Di Thuwal, banyak petugas berseragam wara wiri membersihkan berbagai tempat di lokasi tempat wisatanya. Termasuk kamar-kamar mandi yang bebas digunakan oleh siapa saja. Jumlah kamar mandi di sana cukup memadai dan kondisinya bersih dan sangat layak pakai. Sementara di beberapa pantai lain, fasilitas umumnya nyaris tidak ada dan tempatnya kurang terawat.

Pantai Thuwal, foto : Dani Rosyadi 


Di pantai Thuwal, didirikan sebuah bangunan yang dibiarkan terbuka. Hanya ada atap yang menutupi seluruh bagian bangunan dan tiang-tiang penyangga yang berjajar rapi di sisi kanan dan kiri bangunan. Bangunan beton ini dibuat memanjang dan cukup luas untuk menampung hingga ratusan pengunjung.

Tempat Rekreasi Seru Bagi Seluruh Anggota Keluarga

Tidak cuma para orang tua yang ingin melepaskan penat dengan istirahat di atas gelaran tikar sambil memandangi birunya langit yang beradu dengan birunya air laut. Anak-anak pun tidak ketinggalan ingin bermain sepuasnya kala di sana.

Pilihan mereka untuk bersenang-senang tidak hanya dengan berenang. Sebagian anak-anak nampak asyik bermain-main dengan pasir halus yang mendominasi pelataran di pesisir pantai Thuwal.

Perairan di wilayah pantai Thuwal termasuk cukup aman untuk berenang. Karena letaknya bukan di laut lepas. Melainkan di wilayah teluk. Jadi, nyaris tanpa ombak dan pusaran airnya cukup tenang. Tak perlu khawatir melepas si kecil  berlarian ke dalam air bila sudah bosan bercengkrama dengan timbunan pasir.

Buat kaum perempuan dewasa, kostum wajib abaya tetap harus digunakan. Abaya, berupa kain hitam panjang yang menutup hingga ujung kaki tidak boleh dilepas sekali pun para perempuan dewasa ingin beraktifitas dalam air. Sebenarnya ada beberapa tempat yang memungkinkan para perempuan untuk melepas abayanya. Misalnya di wilayah yang termasuk dalam private beach.

Private beach biasanya tidak dibuka untuk umum. Perlu undangan khusus untuk bisa menikmati tempat khusus seperti ini. Kalaupun dibuka untuk umum, kita perlu merogoh kocek untuk membayar biaya masuk.



Pantai Thuwal sendiri termasuk tempat umum. Tidak dikenakan biaya apa pun tapi aturan yang berlaku adalah aturan khas Kerajaan Saudi. Termasuk kewajiban berabaya dalam kondisi apa pun bagi para perempuan dewasa.

Saat senja telah hampir usai, wilayah perairan harus dikosongkan. Ada petugas yang lalu lalang memberi peringatan agar semua pengunjung keluar dari air sebelum gelap datang.

Setelah lelah bermain, silakan membersihkan diri di kamar-kamar mandi yang jumlahnya cukup banyak dan tersebar di berbagai penjuru wilayah pantai. Selanjutnya, marilah bersantai di atas tikar yang boleh digelar di atas pasir atau di atas lantai bangunan terbuka yang saya ceritakan sebelumnya.

Di malam hari, lampu-lampu bangunan akan dinyalakan. Beberapa penjual layangan akan bermunculan. Bila masih sanggup beraktifitas, kita bisa membeli beberapa  buah layangan dan bermain bersama si kecil di bawah siraman cahaya rembulan di tepi pantai.

Waktu yang Tepat untuk Berkunjung ke Pantai di Saudi

Jika di  banyak negara lain, musim panas adalah saat yang tepat untuk bersantai ke wilayah pantai, tidak demikian dengan Saudi. Saat musim panas, yang biasanya mencapai puncaknya di bulan juni hingga agustus, suhu di malam hari pun rata-rata berada di atas 30 derajat. Saat itu, pengunjung di daerah-daerah pantai akan sangat minim.




Saat yang tepat untuk menyambangi pantai di Saudi adalah ketika musim dingin baru menjelang. Sekitar bulan September hingga januari. Di puncak musim dingin, sekitar bulan februari – april, suhu malam cukup dingin disertai angin kencang di sepanjang senja hingga dini hari.

Orang-orang Arab gemar mengunjungi pantai di sore hingga malam hari. Saat suhu sejuk, tidak terlalu panas atau dingin, tempat-tempat wisata pantai bisa dijejali para pengunjung sejak pukul 4 sore hingga pukul 12 malam.

Nah, bagaimana? Tidak kalah serunya bukan, menikmati pantai di pesisir negeri yang terkenal dengan dominasi padang pasirnya.


***
Read More »

Saturday, January 2, 2016

Traveling Suzhou : Humble Administrator Garden

There is a famous phrase in  China, "There is heaven above and there is Suzhou and Hangzhou below”. Luckily  I got the chance to see one of this city.

My 6 weeks assignment in Wuxi took me to Suzhou. Wuxi is a pretty one itself. But let's stick to Suzhou in this article. 

Locating 120 km from Shanghai, Suzhou is also known as The Venice of the east. This city was made of 60 % water. Also recognized as the  wealthiest city in China.

I visited Suzhou  with  local friends (which has made thing easy because of the languange barrier). I can't read or even speak. The accent is soooo difficult, even for the (native) Asian person like me. To make it worse, Google Maps doesn't work  in china. Uh, oh -_-.

We departed from Wuxi,  with High Speed Trains costs around 20 yuan  (3 euro only!). Then we reached 
Suzhou main station within  15 minutes.


SuZhou Main Station China pic Dani Rosyadi
Suzhou main station


Statues in front of Suzhou main station

We havent decided  how to get around  the city. We were thinking to stroll around on our own. But then, a local tourist guide were luring us to go with the  them on a reasonable price.

One thing about  the tourist  attraction in China, it's quite costly if you visited  couple of places  in a row.

The guide was offering  4 visits to landmarks of Suzhou  for  180 yuan  (26 euro), a full day trip. Admission fee and  transport covered.  That admission fee  for one garden costed  90 yuan, so we thought  that was a good idea.  


At first, one of  my friend was a bit reluctant,  but in the end he decided to come along.

We traveled with a tour bus. They provided a nice  lady to be our guide. She looked quite informative, however she only spoke in mandarin :(. All tourist in the bus were locals except me. Hahaha -_-. So I relied on my friends about whatever she explained.  

Our  first destination was  The Humble  Administrator's Garden (Zhuōzhèng Yuán).


Qimen district


This is considered as one of the finest & largest garden in Suzhou,  51,000 m2.  Some say even in China itself. My friend was joking that  if you have visited The Humble  Administrator's Garden, you don't need to visit  any other  Garden in China. 

Dongbei Street
                                                 

When we arrived  at Humble  Administrator's Garden ( 11.00AM), the place was quite full of people. No wonder, it was weekend
.  
The Garden's Entrance
Inside,  we were seeing some small pavilions, trees, and Taihu Shiji (limestone which is shaped  by erosion).

Pavilion and Taihu Shiji.

Also, the frst time in my life seeing ...  Lotus!



a nice view of the garden

We were then wandering inside the pavillion and passing the rainbow bridge. See the bridge? A nice one, no? ;).



We noticed some ceramics. In local language, ceramic = china. Perhaps the name China comes from their skill to produce "China" in the past. 

China ceramic


Of course, without the moon gate that bring good luck, Chinese garden won't be completed :). 

The Moon Gate 

Some pavilions are completed with stairs. In the past,  people  always sleep in the 2nd floor :).




In some parts of the garden, they have Bonsai Pots. 




It took us  nearly  2 hours  to go around the whole place. The weather was nice at that time. I recommend anyone to visit  the garden  if you have a chance. You'll get  the  atmosphere  and ambiance that were so "China" in this place.

I, my self,  felt the tranquility and peace while walking in this garden.

ponds surrounding the garden


Here my 2  friends who  accompanied me  in the trip. Big thanks to you guys.

After  finishing  the garden's trip, we  took  lunch somewhere on the street. Then recoup back to the  bus, as we were heading for the next  landmark.

You can also see my picture slides about this garden in my youtube channel here ^_^. 

Regards,

-Dani Rosyadi-




Read More »

Friday, January 1, 2016

Traveling to Andes in Summer Time (2)

After slightly  disappointing experience in  Farellones and  El Colorado ( those place are  closed to each other  around  5 km), the guide  brought  us to  La Parva (2700M height).

La parva  is the center of rigs between El Colorado  and Valley Nevado, known as Valley of 3 resorts.

Here we were taking the ski lift  to the  top of  rigs, which is 3000-3500 m above.  Eventhough it was summer time, the place was quite busy with people  going with cycle or trekking to the top of La Parva.

Wow, people do exist !! Hahaha.

You had no idea how relieve to see such scene after "loneliness" back then in Farellones and El Colorado -_-.


Here was ... some breathtaking views  on the ski lift when we were on the way to the top of  la parva.


At the end of the ski lift, people are continuing either with bicycle or simply trekking on foot.




 The view  from  sky lift stop  toward the base  ...  quite amazed to see that the sky color were divided  into smog and blue. Never see such thing before.

The trip were continued on foot. Some physical challenge began. The track was quite hard for a beginner. Once  we reached The Laguna, we were officially  3500 m above the sea level. It was really worth the effort.


The Laguna  Piquenes from a far view ...



There were lots of moss like this grows in the top of la parva.  It's said that it can be used for fire.


From the laguna we could spot the views toward  many other  rigs. Some of them were in different colours.


In picture below, small erected stone, used  as a sign for trekker.


Laguna  Piuqueness, 3500 metre height. From here, if you are physically ready for treking, you can go up to  4500 M. The place was quite busy with trekker that day.


From there, the guide brought us to one more challenge ... going to the top! 

From that top we should see the eternal snow top (5000M)  where only allowed for tourists with training and professional guide  trekker.


The guide, of course, reached the top before us :D.


The Laguna, as it's seen when we reached the top of Mirador  


I and my fellas were taking a picture after finally reaching the summit of  La Parva :). One of our friend decided not to climb up due to the track looks quite challenging. The man with green shirt + red hat is our guide.



Being in the Summit of La Parva is the end of our second round of the tour.  From here  we  headed to Valley  Nevado, the last place of three-rounds tour.

Stay tune! :D

To be continued ... 

Regards



Read More »

Thursday, December 31, 2015

Ada Apa di Madain Saleh (Arab Saudi)?

(dimuat di Majalah Ummi, November 2014) 


***
Saya sempat enggan mengunjungi tempat ini setelah mendengar cerita bahwa tempat ini sebenarnya adalah tempat yang dilaknat Allah. Kaum muslim sebaiknya tidak mengunjungi tempat-tempat seperti ini.

Ternyata, tempat ini dibuka untuk umum. Pemerintah Saudi juga tidak melarang orang-orang untuk mengunjunginya. Saat teman-teman beramai-ramai ingin berkunjung ke sana, saya dan keluarga tidak berpikir dua kali untuk ikut rombongan konvoi.

Madain Saleh Arab Saudi foto Dani Rosyadi
Madain Saleh, Arab Saudi, foto : Dani Rosyadi


Nama resmi tempat ini adalah Al Hijr. Tapi lebih terkenal dengan istilah Madain Saleh. Madain diambil dari kata Madinah (kota). Tempat ini konon dulu dihuni oleh orang-orang dari masa Nabi Saleh, kaum Tsamud, yang akhirnya dilaknat Allah karena berkhianat.

Sedangkan Al Hijr berarti Pegunungan Batu. Sesuai namanya, salah satu pesona utama Al Hijr adalah arsitektur bangunan khas yang dipahat di gunung-gunung batu yang mendominasi wilayah ini. Sebenarnya, peninggalan apa sih di Al Hijr ini?

Menuju Al Hijr di Kota Al Ula

            Al Hijr letaknya cukup jauh dari Kota Jeddah, Arab Saudi, kota tempat saya bermukim. Agar tidak terlalu letih jika harus menyetir langsung hingga mencapai tempat ini, kami semua menginap terlebih dahulu di Madinah.

            Dari Madinah, barulah keesokan paginya kami beramai-ramai menuju Madain Saleh yang berjarak sekitar 400 km dari Kota Madinah. Cukup jauh, ya?

            Tapi, itulah istimewanya infrastruktur di Negeri Ladang Minyak ini. Hampir semua jalan-jalan tol yang menghubungkan antar kota sudah terbangun rapi, mulus dan lebar-lebar. Hati-hati, jangan keenakan dan terbawa ingin ngebut.

Menuju Madain Saleh Arab Saudi foto Dani Rosyadi
Kota Al Ula, Arab Saudi, foto : Dani Rosyadi 


Di hampir setiap jalan utama sudah dipasang sebuah kamera pengintai kecepatan, Saher. Bisa terkena radar kamera dan sebuah pesan akan masuk ke dalam ponsel pengemudi berupa tagihan ratusan riyal. Sebagai denda karena sudah melanggar batas kecepatan maksimal.

Kota Al Ula sendiri cukup khas. Bukan gurun pasir dan bukit batu berwarna abu-abu yang kita temui di sana. Di hampir sepanjang jalan menuju Al Hijr, kami dipukau oleh barisan bukti batu berwarna coklat. Terpahat aneka rupa secara natural  oleh alam.

Sebagai informasi, Al Hijr dibuka untuk umum tanpa dikenakan  biaya apa pun. Tapi perlu semacam tasrikh (surat izin). Kami menyewa seorang pemandu, seorang penduduk asli Al Ula. Nah, beliau ini yang mengurus masalah izin masuk setibanya kami di sana. Sang pemandu sendiri kami bayar sekitar 300 riyal untuk memandu kami yang tergabung dalam satu rombongan besar.

Kereta Api dan Stasiun Kereta dari Kekaisaran Ottoman

            Tempat pertama yang kami singgahi adalah sebuah tempat yang memasang sebuah rangka kereta api lengkap dengan stasiunnya. Tentu saja, begitu keluar dari mobil, anak-anak langsung berhamburan merubung di sekitar kereta. Naik turun dan berlarian di sana.

            Ternyata, ini adalah peninggalan dari  Kekaisaran Ottoman Turki yang pernah berkuasa di sebagian besar wilayah Timur Tengah termasuk wilayah Arab Saudi. Kereta dan stasiunnya dulu dibangun untuk mengangkut jemaah haji menuju Mekkah dari wilayah Suriah dan Yaman.

Kereta di Madain Saleh Arab Saudi foto Dani Rosyadi
Foto : Dani Rosyadi 


            Menurut pemandu kami, rangka keretanya itu asli. Hanya dicat ulang saja. Masih kokoh dan bagus.

            Stasiun kereta yang tengah dibangun ini sempat mengalami kerusakan saat pertempuran lokal di masa Perang Dunia I. Pemerintah Saudi yang berinisiatif untuk merenovasi tempat ini. Setelah dipugar, dijadikan bagian dari tempat wisata dalam areal Al Hijr.

Peninggalan Suku Nabatean

            Setelah susah payah mengajak anak-anak turun dari kereta dan kembali ke mobil, kami melanjutkan perjalanan. Pemandu mengajak kami berhenti di tempat yang lain. Kali ini, mobil diparkir tak jauh dari deretan gunung-gunung batu yang dari jauh belum begitu jelas bentuknya apa.

            Turun dari mobil, kami mengikuti pemandu. Dari dekat baru kelihatan ternyata gunung-gunung batu tersebut telah dipahat menjadi bangunan-bangunan khusus. Nyaris seperti rumah. Ada pintu masuk tapi tidak ada jendela.

            Bangunan di bukit batu tersebut adalah peninggalan dari suku Nabatean yang hidup di abad pertama Masehi. Suku Nabatean juga yang mengukir peninggalan sejarahnya di daerah Petra, sebuah tempat wisata terkenal di wilayah Yordania.

Bangunan batu Madain Saleh Arab Saudi foto Dani Rosyadi
Foto : Dani Rosyadi 


            Pemandu kami bilang, cara orang-orang dahulu membuat bangunan di bukit batu cukup khas. Hanya menggunakan air dan sebilah kayu untuk memahat. Air digunakan untuk melembutkan batu sehingga mudah dibentuk dengan sebilah kayu tadi. Sederhana sekali, bukan? Tapi hasilnya … mengagumkan dan terus bertahan hingga kini.

Kami juga diberitahu bahwa deretan bangunan di bukit batu tersebut digunakan sebagai kuburan. Di salah satu bangunan terpahat gambar elang di atas bagian pintu. Untuk apa, ya? Ternyata, jasad yang masih utuh ditaruh begitu saja terlebih dahulu di depan pintu. Menunggu untuk dimangsa oleh elang. Setelah itu, sisa tulang belulangnya dimasukkan ke dalam.

Kami dibawa berjalan sedikit menuju deretan bangunan yang digunakan sebagai tempat bermukim alias rumah. Bentuknya agak mirip. Ada pintu tanpa jendela. Kali ini, kami masuk dan melihat-lihat ke dalam. Suasana di dalam gelap karena tidak ada lubang agar cahaya bisa masuk. 

Langit-langit ruangan cukup rendah. Rumahnya juga terbagi-bagi atas beberapa ruangan termasuk kamar tidur. Seluruh ruangan kosong. Pemandu kami yang menunjukkan yang mana ruang makan mana ruang tidur karena buat saya sih sama saja bentuk ruangannya.

Ad Diwan, Tempat Pemujaan Kaum Nabatean
          
  Tempat terakhir yang kami singgahi adalah Ad Diwan. Bangunan ini berupa batu besar yang atasnya berbentuk runcing. Ada beberapa bangunan yang berdiri berjajar Tiap batu besar dipahat sehingga bagian tengahnya kosong yang digunakan sebagai sebuah ruangan berukuran besar.

Ad Diwan Madain Saleh Arab Saudi foto Dani Rosyadi
Foto : Dani Rosyadi 

            
Ad Diwan digunakan sebagai tempat berkumpul untuk beribadah bersama di zaman tempat ini dihuni oleh Kaum Nabatean. Di tengah ruangan ada pahatan batu yang kalau dilihat-lihat mungkin dimaksudkan sebagai meja.

            Pemandu pamit sebelum kami meninggalkan Ad Diwan. Tapi jangan khawatir. Di Al Hijr, ada keterangan lengkap yang ditulis di sebuah layar plastik. Layar-layar tersebut menempel di atas tugu-tugu setinggi pinggang manusia dewasa. Keterangannya dalam 2 bahasa, Arab dan Inggris. Tulisan-tulisan tersebut terlindung aman dalam bingkai kaca.

            Langit sudah mulai memerah. Padahal masih banyak tempat lain yang belum sempat kami singgahi. Tapi, kami memutuskan untuk pergi saja. Menurut seorang teman yang pernah ke sana, tempat lainnya juga mirip-mirip dengan yang kami datangi tadi. Cuma fungsi dan lokasinya saja yang mungkin tidak sama.

            Seru juga mengunjungi Al Hijr. Sebagai informasi tambahan, tempat ini ditetapkan oleh  UNESCO sebagai warisan budaya dunia di tahun 2008. Jadi, memang layak dimasukkan sebagai tempat jalan-jalan unik saat mengunjungi Negeri Penjaga Dua Tanah Haram, Arab Saudi.

Akomodasi

            Sayang sekali, hingga saat ini, pemerintah Arab Saudi belum membuka visa turis bagi pendatang asing. Kami berkesempatan mengunjungi Madain Saleh lebih  karena kami semua memang bermukim di Kota Jeddah.

            Kota Al Ula ini tergolong kecil dan sepi. Tidak terlalu banyak penginapan yang bisa kita temui. Para turis dari luar kota rata-rata hanya datang dan pergi, jarang ada yang menginap.

            Karena jalanan penghubung antar kota di Arab Saudi sudah terbangun dengan rapi dan mulus, kami pun sepakat menginapnya di Madinah saja. Dari Madinah ke Al Ula membutuhkan waktu sekitar 3-4 jam. Pompa bensin juga tidak sulit ditemukan di sepanjang jalan tol. Jangan khawatirkan harga bensin. Karena di Arab Saudi, seliter bensin djual dengan sangat murah. Sekitar seribu rupiah per liter saja.

            Urusan perut tidak perlu khawatir. Di Kota Al Ula ada rumah-rumah makan yang menyediakan sajian khas seperti nasi-nasi arab dan macam-macam kebab. Rasanya cukup cocok untuk lidah Asia. Kalau di Indonesia, mungkin bisa kita umpamakan nasi arab seperti nasi kebuli. Harga makanan di kota-kota kecil relatif lebih murah. Satu porsi kebab lengkap dengan nasi arabnya bisa didapatkan seharga 10-15 riyal saja (1 riyal setara dengan sekitar 3000 ribu rupiah).

            Tak perlu repot-repot mencari makanan halal di seantero Saudi. Karena pemerintah memberikan jaminan penuh atas kehalalan semua jenis makanan yang dijual untuk umum. Jadi, kita bisa leluasa menikmati hidangan apa saja di restoran apa pun.

Madain Saleh Al Hijr Arab Saudi foto Dani Rosyadi
Foto : Dani Rosyadi 



***
Read More »

Wednesday, December 30, 2015

Clonmacnoise, Reruntuhan Biara Leluhur di Padang Rumput Irlandia

(dimuat di Harian Pikiran Rakyat, rubrik Backpacker, Agustus 2013)

Oleh : Jihan Davincka

***

Selain pemandangan alam yang indah, pesona negara Irlandia dipersembahkan oleh jajaran situs-situs peninggalan sejarah. Terutama sejarah yang berhubungan dengan keagamaan, khususnya agama katolik.

Clonmacnoise Irlandia
Clonmacnoise, Foto : Dani Rosyadi 


Situs tersebut tersebar di berbagai wilayah Irlandia. Salah satu situs keagamaan yang terkenal adalah Clonmacnoise. Terletak sekitar 21 km dari kota Athlone. Athlone sendiri bisa ditempuh selama sekitar 1.5 jam dari ibukota Irlandia, Dublin.

Kota Athlone dilewati oleh sungai terpanjang di negeri ini, Sungai Shannon. Di salah satu wilayah di tepian Sungai Shannon inilah terbentang sebuah padang rumput hijau yang pernah menjadi saksi berdirinya sebuah kompleks biara terkenal, Clonmacnoise.

Konon, Clonmacnoise berasal dari bahasa Irlandia yang artinya "Padang Rumput Anak Lelaki dari Nos." Di hamparan padang rumput inilah masih tertinggal sisa-sisa reruntuhan kompleks biara yang pernah menjadi salah satu pusat ilmu agama dan perdagangan di abad ke-9. Selain puing reruntuhan gereja dan kastil, terdapat pula kompleks pekuburan dari raja-raja besar dan pemimpin agama yang hidup di masa tersebut.

***

Kami berkunjung ke sana di bulan Juni, ketika hangatnya mentari tengah menyapa sebagian besar wilayah Irlandia. Suhu udara sangat bersahabat. Musim semi dan musim panas yang biasanya mencapai puncak di bulan April - Agustus merupakan saat yang paling tepat untuk menjelajahi sebagian besar wilayah Eropa.

Jalan jalan ke Clonmacnoise Irlandia
Foto : Dani Rosyadi 


Kompleks biara Clonmacnoise bisa ditempuh dengan menggunakan bis umum dari kota Athlone. Saya, bersama suami dan anak-anak, memilih untuk menyewa mobil dari Athlone. Selama tiga hari, tarifnya hanya sekitar 51 euro saja.

Meskipun jaraknya hanya 21 km, tapi karena medannya yang tidak mudah, waktu tempuh mencapai hampir 1 jam. Sebagian besar jalanan menuju situs ini berkelok-kelok dan sempit. Jalurnya pas-pasan untuk 2 mobil dari 2 arah berlawanan. Uniknya, batas kecepatan maksimumnya adalah 100 km/jam.

Tapi jangan khawatir, menyetir saja dengan santai. Jalurnya relatif sepi, tidak banyak mobil lalu lalang. Orang Irlandia pun terkenal dengan perangainya yang santun, termasuk dalam bertata tertib di jalan raya.

Ditambah lagi di sebagian besar kiri dan kanan jalan disuguhi oleh pemandangan cantik khas pedalaman eropa, padang rumput warna warni lengkap dengan peternakan sapi dan dombanya. Sesekali diselingi bangunan-bangunan berupa rumah kecil bercerobong asap yang dicat warna-warna pastel yang cerah.

Tempat wisata Clonmacnoise disekat oleh pagar batu setinggi kurang dari 1 meter. Jadi, kita bisa mengintip ke dalam dari luar. Jangan sampai terkecoh. Soalnya di sebelah kanan kompleksnya terdapat pula areal pemakaman modern dari warga Irlandia. Tapi areal pemakamannya sangat berbeda dan mudah dikenali dari bentuknya.

Tiba di Clonmacnoise, dari pintu masuk kita langsung menuju sebuah bangunan yang sebagian merupakan museum. Di depan pintu ada tulisan, "Visitor's Centre." Separuhnya lagi adalah kafetaria dan kamar mandi. Meskipun terletak di daerah yang agak terpencil, semua fasilitas umum lengkap dan bersih.

Silakan berjalan-jalan dalam museum terlebih dahulu. Di sana kita bisa mendapatkan banyak sekali keterangan mengenai Clonmacnoise. Tidak hanya menampilkan tulisan-tulisan, tapi dilengkapi dengan berbagai miniatur tentang kegiatan dan bangunan masa lalu di kompleks biara tersebut. Jauh dari rasa bosan dalam menikmati sejarah tempat ini. 





Dalam museum banyak miniatur dan kisah-kisah mengenai 'high crosses', bangunan salib dari batu yang dibuat dalam ukuran besar. Ternyata, banyak sekali 'high crosses' peninggalan zaman dulu yang ditemukan di seantero wilayah Irlandia. Termasuk di Clonmacnoise ini.



Setelah puas mengeliling museum yang memang tempatnya tidak begitu luas, kami segera keluar. Kompleks makam yang menjadi tempat pertama yang kami jajaki begitu meninggalkan bangunan museum. Ternyata benar, hampir di seluruh penjuru tempat ada banyak "high crosses" yang masih berdiri tegak.

Seluruh bangunan yang tertinggal hanya berupa puing-puing saja. Termasuk sebuah katedral yang sudah tidak menyisakan atap sama sekali. Di samping katedral yang dibangun di awal abad ke-10 tersebut, terdapat beberapa reruntuhan kuil-kuil yang ukurannya tidak terlalu besar. Beberapa nama kuil-kuil tersebut antara lain : Connor, Doolin, Melaghin, Dowling dan Hurpan. Kuil yang terkecil ukurannya adalah Kuil Ciaran. Konon, dulunya di sinilah dimakamkan Santa Ciaran, orang yang pertama kali menemukan dan  membangun kuil di wilayah Clonmacnoise ini.

Di sekitar bangunan katedral dan kuil-kuil tadi terhampar areal pemakaman dari zaman lampau. Nisannya tidak berupa batu yang ditancapkan di tanah seperti pada umumnya di tanah air. Tapi sebuah batu persegi yang menempel di tanah. Saat melangkah, kami tak henti-hentinya meminta anak-anak balita kami agar tidak menginjak batu nisan yang telentang begitu saja di sela-sela rerumputan hijau.



Dataran padang rumput di sana tidak mendatar. Tapi  naik turun mengikuti kontur tanah asalnya. Dari dataran tertingginya, pemandangan di bawah cukup cantik. Di rerumputan yang terletak di pesisir sungai langsung dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk beternak. Saat kami ke sana, beberapa ekor sapi yang ukurannya cukup besar sedang asyik bersantai di tepi sungai.

Setelah puas melihat-lihat dan berfoto, saya membawa anak-anak ke kantin untuk mengisi perut. Jangan khawatir untuk para muslim, beli saja air mineral dan silakan memilih berbagai jenis roti tawar yang diletakkan berjejer di kaca depan kasir. Roti isi daging sebaiknya dihindari sama sekali.

Perut kenyang, mari kita pulang. Membawa kenangan manis atas pemandangan cantik yang terhampar di hampir seluruh areal Clonmacnoise. Tak lupa menambah pengetahuan mengenai sejarah umat katolik yang memang sangat kental di negeri yang pernah dijajah oleh Inggris selama 8 abad ini.

***


Read More »